• PESEN BAJU ? DISINI !
  • Jumat, 07 Februari 2014

    Macam Macam Prosa dari pengarang terkenal 


    Kita kutip karya-karya pengarang berikut ini. Tentu saja tidak semua karya mereka tercatat di sini karena akan menghabiskan berlembar-lembar kertas, atau bahkan berjilid-jilid buku. Yang dicatat berikut ini adalah nama yang paling terkenal dan mewakili zamannya.


    Muhammad Yamin
    Lahir di Sawah Lunto 23 Agustus 1903
    Bahasa, Bangsa
    Selagi kecil berusia muda,
    Tidur si anak di pangkuan bunda,
    Ibu bernyanyi, lagu dan dendang
    Memuji si anak banyaknya sedang;
    Buai sayang malam dan siang,
    Buian tergantung di tanah moyang.
    Terlahir bangsa berbahasa sendiri
    Diapit keluarga kanan dan kiri
    Besar budiman di tanah melayu
    Perasaan serikat menjadi padu
    Dalam bahasanya permai merdu
    Meratap menangis bersuka raya
    Dalam bahagia bala dan baya
    Bernafas kita pemanjangklan nyawa
    Dalam bahasa sambungan jiwa
    Di mana Sumatra, di situ bangsa
    Di mana Perca di sana bahasa
    Andalasku sayang, jana bejana
    Sejakkan kecil muda teruma
    Sampai mati berkalang tanag
    Lupa ke bahasa tiadakan pernah
    Ingat pemuda, Sumatra hilang
    Tiada bahasa, bangsa pun hilang


    Amir Hamzah
    Disebut-sebut sebagai Raja Penyair Pujangga Baru, 


    Padamu Jua
    Habis kikis
    Segala cintaku hilang terbang
    Pulang kemvbali aku padaMu
    Seperti dahulu
    Engkaulah kandil kemerlap
    Pelita jendela di malam gelap
    Melambai pulang perlahan
    Sabar, setia selalu
    Satu kekasihku
    Aku manusia
    Rindu rasa
    Rindu rupa
    Di mana engkau
    Rupa tiada
    Suara sayup
    Hanya kata merangkai hati
    Engkau cemburu
    Engkau ganas
    Mangsa aku dalam cakarmu
    Bertukar tangkap dengan lepas
    Nanar aku, gila saar
    Sayang berulang padamu jua
    Engkau pelik menarik ingin
    Serupa dara di balik tirai
    Kasihku sunyi
    Menunggu seorang diri
    Lalu waktu-bukan diliranku
    Mati hari bukan kawanku


    Chairil Anwar
    Aku
    Kalau sampai waktuku
    Kumau tak seorang kan merayu
    Tidak juga kau
    Tak perlu sedu sedan itu
    Aku ini binatang jalang
    Dari kumpulannya terbuang
    Biar peluru menembus kulitku
    Aku tetap meradang menerjang
    Luka dan bisa kubawa berlari
    Berlari
    Hingga hilang pedih peri
    Dan aku akan lebih tidak peduli
    Aku mau hidup seribu tahun lagi
    Maret 1943

    Willibrordus Surendra (W.S. Rendra)


    Episode
    Kami duduk berdua
    Di bangku halaman rumahnya.
    Pohon jambu di halaman iti
    Berbuah dengan lebatnya
    Dan kami senang memandangnya.
    Angin yang lewat
    Memainkan daun yang berguguran.
    Tiba-tiba ia berkata:
    “Mengapa kancingbajumu lepas terbuka?”
    Aku hanya tertawa.
    Lalu ia sematkan dengan mesra
    Sebuah peniti menutup bajuku.
    Sementara itu
    Aku bersihkan guguran bunga jambu
    Yang mengotori rambutnya

    Taufiq Ismail
    Dengan Puisi, Aku
    Dengan puisi aku bernyanyi
    Sampai senja umurku nanti
    Dengan puisi aku bercinta
    Berbatas cakrawala
    Dengan puisi aku mengenang
    Keabadian Yang Akan Datang
    Dengan puisi aku menangis
    Jarum waktu bila kejam mengiris
    Dengan puisi aku mengutuk
    Nafas zaman yang busuk
    Dengan puisi aku berdoa
    Perkenankanlah kiranya.


    Sutardji Calzoum Bachri
    Tapi
    Aku bawakan bunga padamu
    tapi kau bilang masih
    Aku bawakan resahku padamu
    tapi kau bilang hanya
    Aku bawakan darahku padamu
    tapi kau bilang Cuma
    Aku bawakan mimpiku padamu
    tapi kau bilang meski
    Aku bawakan dukaku padamu
    tapi kau bilang tapi
    Aku bawakan mayatku padamu
    tapi kau bilang hampir
    Aku bawakan arwahku padamu
    tapi kau bilang kalau
    Tanpa apa aku datang padamu
    wah!


    Acep Zamzam Noor
    Cipasung
    Di lengkung alis matamu sawah-sawah menguning
    Seperti rambutku padi-padi semankin merundukkan diri
    Dengan ketam kupanen terus kesabaran hatimu
    Canghkulku iman dan sajadahku lupur yang kental
    Langit yang menguji ibadahku meteskan cahaya redup
    Dan surauku terbakar kesunyian yang menyalakan rindu
    Aku semakin mendekat pada kepunahan yang disimpan bumi
    Pada lahan-lahan kepedihan masih kutanam bijian hari
    Bagi pagar-pagar bamboo yang dibangun keimananku
    Mendekatlah padaku dan dengarkan kasidah ikan-ikan
    Kini hatiku kolam yang menyimpan kemurnianmu
    Hari esok adalah perjalananku sebagai petani
    Membuka ladang-ladang amal dalam belantara yang pekat
    Pahamilah jalan ketiadaan yang semakin ada ini
    Dunia telah lama kutimbang dan berulang kuhancurkan
    Tanpa ketam masih ingin kupanen kesabaanmu yang lain
    Atas sajadah Lumpur aku terseungkur dan berkubur


    Nenden Lilis Aisyah
    Negeri Sihir
    Angin surut dan cahaya beringsut
    Waktu seakan turun menemui kegaiban
    Kerisik senyap, segala sunyi
    Bertabuh di kegelapan
    Negeri tempatku hidup telah jadi mimpi
    Alangkah jauh, bagai bayang-bayang
    Aku entah berjejak di mana
    Tak juga pergi bersama suara-suara
    Inilah ketiadaan, ruang kekal kekosonganTempat segalanya menghilang

    Tidak ada komentar :

    Posting Komentar